RESUME
REALISME
Tugas ini untuk memenuhi mata kuliah Hubungan Internasional
Dosen Pengampu: Muh. Hendri N. Spd
Elemen-elemen
Realisme
Kaum
realis biasanya memiliki pandangan yang pesimis tentang sifat manusia. Kaum
realis skeptic bahwa akan ada kemajuan dalam politik internasional sama seperti
kemajuan dalam kehidupan politik domestic. Mereka mempunyai asumsi bahwa
politik dunia terdiri dari anarki internasional Negara-negara berdaulat. Kaum realis
melihat hubungan internasional pada dasarnya konfliktual, dan mereka melihat
konflik internasional pada akhirnya diselesaikan dengan perang.
Kaum
realis yakin bahwa tujuan kekuasaan, alat-alat kekuasaan dan penggunaan
kekuasaan merupakan fokus utama aktivitas politik. Politik internasional
sehingga digambarkan sebagai “Politik kekuatan (Power politics). Pelaksanaan
kebijakan luar negeri adalah instrumental yang didasarkan pada Kalkulasi cerdas dari satu kekuatan dan kepentingan
terhadap kekuatan dan kepentingan musuh-musuh dan pesaing-pesaing.
Kaum
realis memiliki penilaian yang tinggi pada nilai-nilai keamanan nasional,
kelangsungan hidup Negara, dan stabilitas serta ketertiban internasional.
Mereka biasanya percaya bahwa tidak ada kewajiban internasional dalam hal moral
dari kata- yakni terikat oleh kewajiban timbale balik- antara Negara-negara
merdeka. Bagi kaum realis klasik dan neo klasik terdapat satu moralitas bagi
wilayah pribadi dan yang lainnya dan
moralitas yang sangat berbeda bagi wilayah public. Etika politik membolehkan
beberapa tindakan yang tidak akan diijinkan oleh moralitas pribadi.
Kaum
realis sangat menekankan pentingnya pertimbangan kekuatan, baik yang merupakan
konsep empiris yang hirau dengan cara politik dunia terlihat berjalan meupun
konsep normative: hal itu merupakan tujuan yang sah dan suatu petunjuk bagi
ketatanegaraan yang bertanggung jawab pada bagian pemimpin Negara-negara besar.
Ia menegakkan nilai-nilai dasar perdamaian dan keamanan.
Kebanyakan
kaum realis kontemporer berupaya menyediakan analitis empiris politik dunia.
Tetapi mereka menahan diri dari memberikan analitis normative politik dunia
sebab hal itu disoroti menjadi subyektif dan dengan demikian tidak ilmiah.
Sikap itu menunjukkan perbedaan mendasar antara kaum realis klasik dan
neoklasik pada satu sisi dan kaum realis strategis kontemporer dan neorealis di sisi lain.
Realisme klasik
Thucidides
Thucidides
menekankan pilihan – pilihan terbatas dari ruang manufer yang terbatas yang
tersedia bagi warga Negara dalam menjalankan kebijakan luar negeri. Ia juga
menekankan bahwa keputusan memiliki konskuensi sebelum keputusan akhir dibuat,
seseorang pembuat keputusan harus dengan hati – hati memikirkan kemungkinan
konskuensi, yang buruk maupun yang baik. Mengenai hal itu, thucidides juga
menekankan etika kehati-hatian dan kebijaksanaan dalam menjalankan kebijakan
luar negeri dalam dunia internasional yang penuh dengan perbedaan, yang pilihan
– pilihan kebijakan luar negerinya terbatas, dan dalam menghadapi bahaya yang
selalu muncul tiba-tiba seperti juga kesempatan.
Machiavelli
Kekuasaan
dan penipuan adalah dua alat penting dalam melaksanakan kebijakan luar negeri,
menurut ajaran politik Machiavelli (1984: 66). Nilai politik tertinggi adalah
kebebasan nasional, yaitu kemerdekaan. Tanggung jawab utama penguasa adalah
selalu berupaya mencari keunggulan dan mempertahankan kepentingan negaranya dan
menjamin kelangsungan hidupnya. Hal ini membutuhkan kekuatan dan kecerdikan.
Jika penguasa tidak cerdik, pandai dan tangkas mereka mungkin kehilangan
kesempatan yang dapat membawa keunggulan atau manfaat besar baginya dan
negaranya.
Asumsi
Machiavelli yang berlebihan adalah bahwa dunia merupakan tempat berbahaya.
Namun, disisi lain, tempat yang menguntungkan. Machiavelli memiliki pandangan
yang menyesatkan, yaitu mengabaikan tanggung jawab penguasa tidak hanya bagi
mereka sendiri atau bagi rejim personalnya tetapi juga bagi negeri dan warga
negaranya.
Hobbes dan dilemma keamanan
Menurut
hobbes, Negara – Negara dapat juga membuat perjanjian satu sama lain untuk
menyediakan dasar hokum bagi hubungannya: hokum internasional dapat menenangkan
keadaan alami internasional dengan menydiakan kerangka persetujuan dan aturan
yang menguntungkan semua Negara. Realism klasik hobbes menekankan sekaligus kekuatan
militer dan hokum internasional. Tetapi,
nilai dasar realism Hobbesian adalah perdamaian domestic – perdamaian dalam
kerangka kerja Negara berdaulat – dan kesempatan bahwa hanya perdamaian sipil
yang dapat menyediakan bagi pria dan wanita memperoleh kebahagiaan.Nilai –
nilai dasar tiga tokoh relis klasik
Thucydides
|
Machiavelli
|
Hobbes
|
-
Nasib politik
|
-
Kekuasan politik
|
-
Keinginan politik
|
Kebutuhan
dan keamanan
|
Kesempatan
dan keamanan
|
Dilemma
keamanan
|
Ketahanan
politik
|
Kelangsungan
hidup politik
|
Ketahanan
politik
|
keselamatan
|
Kebijakan
umum
|
Perdamaian
dan kebahagiaan
|
Kami
dapat merangkum diskusi sejauh ini dengan menyatakan secara singkat apa yang
pada dasarnya dimilik kaum realis klasik secara umum. Pertama, mereka setuju bahwa kondisi manusia adalah kondisi yang
tidak aman dan berkonflik yang harus diperhatikan dan dihadapi. Kedua, mereka setuju bahwa terdapat
kumpulan pengetahuan politik, atau kebijaksanaan,untuk menghadapi masalah
keamanan, dan masing – masing dari mereka mencoba untuk mengidentifikasikan
elemen – elemen pokoknya. Ketiga,
mereka setuju bahwa tidak ada pelarian akhir dari kondisi manusia ini, yang
merupakan bentuk permanen elemen pokoknya.
Realisme Neoklasik
Morgenthau
Morgenthau
mengungkapkan bahwa pria dan wanita secara alami merupakan binatang politik
yang haus akan kekuasaan (animus dominandi) sehingga sebagai manusia yang haus
akan kekuasaan , itu membawa mereka ke dalam konflik satu sama lain. Menurutnya
“Politik adalah perjuangan untuk
kekuasaan atas manusia, dan apapun tujuan akhirnya, kekuasaan adalah
tujuan terpentingnya, dan cara-cara memperoleh, memelihara, dan
menunjukkan kekuasaan menentukan aksi
politik.
Bagi
Morgenthau inti kenegaraan adalah pengetahuan yang jelas bahwa etika politik
dan etika pribadi itu tidak sama, bahwa yang pertama tidak dapat dan seharusnya
tidak dikurangi dari yang terakhir, dan bahwa kunci menuju kenegaraan yang
efektif dan bertanggung jawab adalah mengakui fakta politik kekuasaan ini dan
belajar membuat yang terbaik darinya. Hal itu menimbulkan etika politik
tertentu yang dikaitkan dengan tanggungjawab.
Morgenthau
(1985: 4-17) membungkus teori HI-nya
dalm “enam prinsip realisme politik” yakni:
1. Politik
berakar dalam sifat manusia yang permanen dan tidak berubah yang pada dasarnya
mementingkan diri sendiri.
2. Politik
adalah “wilayah tindakan otonom” dan oleh karena itu tidak dapat
terlepas dari masalah ekonomi atau dari persoalan moral.
3. Kepentingan
pribadi adalah fakta mendasar kondisi manusia: seluruh rakyat memiliki minat
yang sangat rendah dalam hal memperjuangkan keamanan dan kelangsungan hidupnya.
4. Etika
hubungan internasional adalah etika situasional atau politis yang berbeda jauh
dari moralitas pribadi.
5. Oleh
karena itu, kaum realis menentang pemikiran bahwa bangsa-bangsa tertentu
–sekalipun bangsa yang sangat demokratis seperti di Amerika Serikat- dapat
memaksakan ideologinya pada bangsa lain dan dapat menggunakan kekuatannya dalam
mendukung tindakan tadi.
6. Seni
bernegara adalah aktivitas yang sederhana dan cenderung membosankan yang
menimbulkan suatu kesadaran penuh akan keterbatasan dan ketidaksempurnaan
manusia.
Schelling dan Realisme Strategis
Realisme
Strategis intinya memfokuskan perhatian pada pembuatan keputusan kebijakan luar
negeri. Ketika para pemimpin Negara menghadapi isu-isu mendasar diplomatic dan
militer mereka wajib berpikir secara strategis yakni secara instrumental.
Schelling
berupaya menyediakan alat-alat analitis bagi pemikiran strategis. Ia memandang
diplomasi dan kebijakan luar negeri, terutama Negara –negara besar dan khususnya Amerika Serikat, sebagai
aktivitas instrumental-rasional yang dapat lebih dalam dipahami dengan
pemakaian bentuk analitis logika yang disebut “teori permainan (game theory)”. Paksaan adalah metode
mengajak musuh ke dalam hubungan perundingan membuat musuh melakukan apa yang
kita inginkan ia melakukannya tanpa harus memaksanya-yaitu menjalankan kekuatan
yang besar yang selain bahaya, biasanya
jauh lebih sulit dan jauh sedikit efisien.
Konsep
inti yang digunakan schelling adalah “ancaman”, analisisnya menghiraukan dengan
bagaimana warganegara dapat menghadapi secara rasional ancaman dan bahaya
perang nuklir. Bagi Schelling, aktivitas kebijakan luar negeri secara teknis
merupakan instrumental dan karenanya bebas dari pilihan moral. Sehingga yang
paling diperhatikan bukanlah tentang apa yang baik atau apa yang benar.
Schelling
menyatakan bahwa terdapat perbedaan penting antara kekuatan yang kejam dan
kekerasan : “antara mengambil apa yang
kamu inginkan dan membuat seseorang memberikannya padamu.” Ia pun menyatakan
bahwa “kekuatan yang kejam berhasil ketika digunakan, sedangkan kekuatan untuk
menyakiti paling berhasil justru ketika disimpan.
Waltz dan Neorealisme Serta Teori
Stabilitas Neorealis
Neorealisme
merupakan suatu upaya untuk menjelaskan hubungan internasional dalam istilah
ilmiah dengan mengacu pada kapabilitas Negara- Negara yang berbeda dan struktur
anarkis system Negara, dan dengan memfokuskan pada Negara-negara besar yang
hubungannya menentukan “hasil” yang paling penting dari politik internasional.
Teori ilmiah HI membawa kita mengharapkan Negara berperilaku dengan cara-cara
tertentu yang dapat diramalkan. Waltz dan Mearsheimer percaya bahwa system
bipolar lebih stabil dan dengan demikian memberikan jaminan perang dan keamanan
yang lebih baik dibandingkan dengan system multipolar. Berikut ini tiga alasan
dasar mengapa system bipolar lebih stabil dan lebih damai:
1. Jumlah
konflik Negara-negara berkekuatan besar lebih sedikit sehingga mengurangi
kemungkinan perang Negara-negara besar.
2. Lebih
mudah menjalankan system penangkalan yang efektif sebab lebih sedikit Negara-negara berkekuatan besar
yang terlibat.
3. Hanya
dua kekuatan yang mendominasi system tersebut yang kesempatan salah perhitungan
dan salah tindakannya lebih rendah.
Menurut pandangan
itu, Perang Dingin merupakan suatu periode stabilitas dan perdamaian
internasional.
Realisme
setelah Perang Dingin : Isu Perluasan Nato
Terjadi
perdebatan seru yang berkaitan dengan pandangan bagaimana kaum realis melihat
hubungan Internasional dan khususnya , hubungan antara Negara-negara
berkekuatan besar setelah Perang Dingin
perdebatan menyangkut perluasan Nato ke timur yang pada intinya akan
memunculkan pemikiran dan pertimbangan kaum realis.
Mereka
yang mendukung perluasan NATO menuju Eropa Timur menyatakan bahwa “tujuan utama
“ adalah keamana kawasan yang lebih besar. Sedangkan mereka yang menentang
perluasan NATO mengajukan beberapa pertimbangan yakni sebagai berikut:
1. Tindakan
itu akan menempatkan keraguan “seluruh penyelesaian pasca Perang Dingin.”
2. Perluasan
NATO akan menimbulkan garis pembagi yang baru dan dalam antara Negara satelit
bekas Uni Soviet yang berpindah masuk ke NATO (Polandia, Republik Ceko,
Slovakia, Hongaria) dan mereka yang tetap berada di luar.
3. Di
dalam NATO sendiri, perluasan akan mengurangi kredibilitas aliansi pada titik
yang secara politis paling fundamental yakni janjinya untuk mempertahankan
tanpa kecuali setiap anggota dari suatu serangan.
4. Perluasan
NATO ke dalam wilayah Eropa yang secara Inheren sangat tidak stabil dan lebih
sulit untuk dipertahankan mungkin menempatkan dalam bahay komitmen Amerika
Serikat pada aliansi tersebut.
Dengan demikian,
perbedaan tentang perluasan NATO ke Eropa Timur membuka penekanan kaum realis
klasik dan neoklasik pada ketatanegaraan yang bertanggungjawab dan
kebaikan-kebaikan se perti kehati-hatian dan penilaian.
Dua Kritik terhadap Realisme
Tradisi
masyarakat internasional merupakan kritik terhadap realism dalam dua hal.
Pertama, ia menganggap realisme sebagai teori HI satu dimensi yang terlalu
sempit fokusnya. Kedua, ia menyatakan bahwa realisme gagal mencakup perluasan
di mana politik internasional merupakan suatu dialog aliran-aliran dan
perspektif-perspektif HI yang berbeda.
Teori emansipatoris menyatakan bahwa politik kekuatan sudah using sebab
keamanan sekarang adalah masalah local dalam Negara yang tidak terorganisasi
dan kadang-kadang gagal, dan pada saat yang bersamaan merupakan masalah
cosmopolitan rakyat di mana pun di samping kewarganegaraannya. Ia tidak lagi
secara eksklusif atau bahkan
utamanya suatu masalah keamanan nasional dan pertahanan nasional.
0 komentar:
Posting Komentar