Labels

Pages

Kamis, 07 Juni 2012

analisis penyimpangan pilkada bangli


Dasar hukum penyelenggaraan Pilkada adalah UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Akan tetapi dalam UU ini, Pilkada belum dimasukkan dalam rezim pemilihan umum (Pemilu). Baru sejak berlakunya UU No. 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum, Pilkada dimasukkan dalam rezim Pemilu, sehingga secara resmi
bernama Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.  Dalam perkembangannya, muncul peraturan baru mengenai penyelenggara pemilihan umum yaitu Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011. Di dalam undang-undang ini, istilah yang digunakan adalah Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota.
Menurut Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 Pemilihan Umum yang selanjutnya disingkat Pemilu, adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang diselenggarakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sedangkan Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota adalah Pemilihan untuk memilih gubernur, bupati, dan walikota secara demokratis dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Dengan adanya berbagai sumber hukum tersebut tidak menyebabkan pemilu lancar dan tanpa penyelewengan. Contohnya adalah yang terjadi dikabupaten Bangli. Dua masalah hukum mendasar yang terjadi selama proses pemungutan dan penghitungan suara dalam Pemilukada Kabupaten Bangli Tahun 2010 yang berdampak pada cacat hukum dan tidak sahnya Penetapan Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara yang dilakukan Termohon, yaitu:
1.      Petugas KPPS di TPS-TPS tertentu/bermasalah membiarkan oknum-oknum tertentu mewakili pemilih yang tidak datang ke TPS untuk menggunakan hak pilihnya dan/atau membiarkan pemilih menggunakan hak pilihnya (mencoblos surat suara) lebih dari satu kali;
2.      Ketua KPPS di TPS-TPS tertentu/bermasalah tidak memberikan salinan Daftar Pemilih Tetap (DPT) kepada masing-masing saksi yang hadir/bertugas di TPS. Tindakan tersebut diduga untuk mengelabui saksi-saksi untuk tidak dapat melakukan kontrol terhadap pemilih yang menggunakan hak pilih, yaitu apakah warga masyarakat yang datang di TPS merupakan pemilih terdaftar atau tidak dalam DPT;
Hal-hal ini mengakibatkan validnya perolehan suara masing-masing pasangan calon, karena KPPS telah secara sadar melakukan tindakan yang mengakibatkan pasangan calon tertentu mendapatkan tambahan suara atau sebaliknya pasangan calon lain mengalami pengurangan suara. Munculnya gejolak pilkada di Bangli dan Tabanan tak terlepas dari kinerja dari pengawas pilkada dan KPUD sebagai penyelenggara pilkada. Tim Sukaja-Ngurah Anom mempersoalkan perolehan suara Sukaja-Ngurah Anom, sesuai hasil KPUD paket Sukaja-Anom hanya meraih 116.153 suara. Padahal catatan pemohon tim Sukaja-Ngurah Anom meraih suara 126.403.
Sementara paket Eka-Jaya yang meraih suara 134.441 oleh KPUD Tabanan, menurut catatan pemohon ke MK adalah 124.191. Ada 10.200 suara Eka-Jaya adalah milik pasangan pemohon Sukaja-Anom. Selain penyelewengan tersebut, hal lain adalah pengakuan Sekda Tabanan Judiada mencairkan bansos pada saat pilkada. Padahal jauh sebelumnya sudah ada Surat Edaran Mendagri yang mengingatkan bahwa dana APBD hanya dilegalkan untuk penyelenggaraan pilkada. Bansos tak boleh digunakan untuk kepentingan bernuansa politik.
Kasus ini telah dibawa ke Mahkamah Konstitusi, dan telah diputuskan untuk dilakukan pemilu ulang dibeberapa daerah, antara lain :
A.    Kecamatan Kintamani
1) Desa Serai TPS 01,
2) Desa Serai TPS 02,
3) Desa Satra TPS 08,
4) Desa Selulung TPS 02,
5) Desa Pengejaran TPS 01,
6) Desa Sukawana TPS 08,
7) Desa Bantang TPS 01,
8) Desa Bantang TPS 02,
9) Desa Binyan TPS 01,

B.     Kecamatan Bangli
1.      Desa Pengotan TPS 08,
C.     Kecamatan Tembuku
1.      Desa Yang Api TPS 13,
2.      Desa Yang Api TPS 14,
Pelaksanaannya dalam waktu selambat-lambatnya 45 (empat puluh lima) hari setelah hari pengucapan putusan. Selain itu Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Bangli diperintahkan untuk melaporkan hasil pemungutan suara ulang tersebut selama 45 (empat puluh lima) hari setelah hari pengucapan putusan.
Hal tersebut diatas menurut saya merupakan suatu penyelewengan yang serius mengenai pemilu yang LUBERJURDIL. Bagaimana tidak, KPUD yang tugasnya mewujudkan pemilu yang Luber dan Judil malah bertindak tak netral. KPUD terkesan membela salah satu pihak. Tujuan utama dengan dilakukannya pemilihan secara langsung, tidak lain adalah apresiasi terhadap kedaulatan itu sendiri. Rakyat dalam pemilihan memiliki hak dan kewenangan penuh untuk menentukan sikap dan pilihannya, tentang siapa yang akan mereka pilih. Di sinilah kedaulatan rakyat sangat menentukan. Rakyat bebas memilih, bebas menentukan sikap. Dalam pilkada langsung, rakyat betul-betul berdaulat.
Dengan kedaulatannya tersebut, masyarakat juga harus menjunjung tinggi asas dalam pemilu, yaitu Langsung, Umum, Bebas dan Rahasia, Jujur dan Adil. Tapi kenyataannya, masyarakat yang tidak begitu paham dengan apa yang dimaksud dengan pemilu mudah sekali di manfaatkan dan dibodohi oleh orang lain untuk melakukan kecurangan dalam pemilu. Bahkan bisa dikatakan suatu kecurangan yang dilakukan secara missal. Bagaimana tidak, masih terdapat masyarakat yang mencoblos lebih dari sekali. Selain dari masyarakatnya, panitia penyelenggaraan pemilu juga ikut andil dalam melakukan kecurangan. Hal ini terlihat dari  Petugas KPPS di TPS-TPS tertentu/bermasalah membiarkan oknum-oknum tertentu mewakili pemilih yang tidak datang ke TPS untuk menggunakan hak pilihnya dan/atau membiarkan pemilih menggunakan hak pilihnya (mencoblos surat suara) lebih dari satu kali.

1 komentar: