PERBEDAAN KURIKULUM LAMA DENGAN KTSP
Aspek
|
Kurikulum Lama
|
KTSP
|
Analisis
perubahan
|
Dokumen
|
Seluruh
dokumen kurikulum direncanakan, dibuat, dan dikembangkan oleh pusat
|
Komponen
dan materi pokok minimal dikembangkan pusat, sedangkan Silabus dan bahan ajar
direncanakan dan dikembangkan oleh
sekolah atau satuan pendidikan
|
Pada
kurikulum lama Seluruh dokumen kurikulum direncanakan, dibuat, dan
dikembangkan oleh pusat. Dengan ini maka
tidak ada wewenang sekolah atau satuan pendidikan di daerah untuk membuat
ataupun mengubah silabus, RPP, maupun rencana pembalajaran yang telah dibuat
oleh pusat. Hal ini menurut saya merupakan suatu hal yang bisa dibilang
kediktatoran di bidang pendidikan. Bagaimana tidak, semua sekolah harus
menuruti pusat dan tidak boleh mengembangkan potensi dan kemampuan yang
dimiliki. Oleh karena itu semua sekolah yang ada di daerah tertentu menggunakan
dokumen yang sama dengan tidak memikirkan bagaimana kemampuan siswa pada
sekolah yang tidak begitu tinggi standar pendidikannya. Misalnya saja antara
sekolah yang favorit dengan sekolah yang biasa-biasa saja akan beda kemampuan
akademik yang dimiliki siswa, maka seharusnya standar minimum atas hasil belajar
siswa juga harus dibedakan. Akan tetapi dengan adanya ketentuan bahwa dokumen
direncanakan, dibuat, dan dikembangkan oleh pusat maka sangat sulit bagi
siswa yang ibaratnya dibawah standar untuk mencapai batas kemampuan (hasil
belajar yang diinginkan). Didalam
kurikulum yang baru atau yang sering disebut KTSP guru dan satuan pendidikan
dapat mengembangkan Silabus dan bahan ajar direncanakan. Dengan adanya perubahan ini diharapkan
dapat lebih mengerti bagaimana kemampuan siswa dan menyelaraskannya dengan apa yang ingin diajarkan serta dicapai oleh guru
yang bersangkutan tanpa terpatok dengan dokumen buatan pusat. Dengan mengerti
bagaimana kemampuan siswa, maka guru dapat menentukan metode apa yang cocok
dan juga bagaimana pembelajaran yang akan dilakukan pada siswa didiknya.
Sehingga siswa lebih mudah mengerti serta memahami materi yang diajarkan
guru.
|
Diformulasikan
secara rigid, kaku, tidak luwes dan kurang dinamis, sehingga tidak memberikan
peluang kepada daerah ,sekolah, dan guru
untuk mengembangkan potensinya
|
Semua
diserahkan kepada daerah, satuan pendidikan, dan guru sesuai dengan
kebutuhannya, asal memenuhi standar minimal yg ditentukan .
|
Pada kurikulum yang
lama dokumen diformulasikan
secara rigid, kaku, tidak luwes dan kurang dinamis. Hal ini dikarenakan Seluruh dokumen kurikulum
direncanakan, dibuat, dan dikembangkan oleh pusat , sehingga tidak memberikan peluang
kepada daerah ,sekolah, dan guru untuk
mengembangkan potensinya. Akan tetapi dengan adanya perubahan pada kurikulum KTSP semua diserahkan kepada daerah, satuan pendidikan, dan
guru sesuai dengan kebutuhannya, asal memenuhi standar minimal yg ditentukan. Dengan hal tersebut maka sekolah dapat lebih luwes atau
fleksibel dalam mengembangkan potensi yang ada pada diri siswanya. Sedangkan
untuk standar minimal sudah ditentukan pusat dan daerah, satuan pendidikan,
dan guru bisa meningkatkannya sesuai dengan kemampuan siswa. Khususnya kepada
guru mata pelajaran PKn, ia dapat lebih mengeksplore siswa sesuai dengan
kemampuannya tanpa terganjal oleh batasan maksimal yang ditentukan pusat. Hal
ini dikarenakan antara sekolah yang satu dengan yang lainnya memiliki standar
kemampuan bagi siswanya yang sangat beragam dan berbeda-beda.
|
|
Konten/Isi
|
Materi
padat dan tumpang tindih. Terlalu banyak hafalan, kurang mengarah pada
pembentukan sikap ilmiah dan kepribadian melalui pengemba-ngan keterampilan dan sikap.
|
Materi
dibentuk untuk mengarah pada
kompetensi yg dituntut. Karena berbasis kompetensi, maka materi pokok bukan
hafalan, tetapi mengarah pada kompetensi yang dituntut seperti yang diperagakan .
|
Sebelum kurikulum
KTSP diberlakukan, terdapat materi yang padat dan tumpang tindih. Hal ini
bisa dilihat dengan pengulangan materi antara kelas yang lebih tinggi dan
kelas sebelumnya. Akan tetapi materi yang diajarkan cenderung sama. Selain
itu pembelajaran masih terlalu banyak menghafal. Hal ini akan mengakibatkan
kejenuhan pada siswa dan berakibat pada prestasi dan motivasi siswa dalam
kegiatan belajar mengajar. Pada kurikulum yang lama juga msih terdapat
kekurangan didalam isi materi, yaitu kurang mengarah pada pembentukan sikap ilmiah dan
kepribadian melalui pengembangan keterampilan dan sikap. Pembentukan sikap ilmiah dan juga kepribadian sangat dibutuhkan
siswa dalam membangun moral dan pendidikan nilai anak didik. Dengan adanya perubahan yang terjadi
dari kurikulum lama menjadi KTSP, terdapat perubahan positif. Hal ini terlihat dari yang sebelumnya materi pada dan tumpang tindih
serta banyak pembelajaran yang bersifat menghafal menjadi materi
dibentuk untuk mengarah pada
kompetensi yg dituntut. Selain itu hafalan mengenai materi berubah menjadi
lebih mengarah kepada kompetensi yang dituntut seperti yang diperagakan.
Perubahan ini dinilai positif karena dengan memperagakan atau mempraktekan
materi yang ada siswa dapat lebih memahami serta mendalami materi yang ada.
Selain itu siswa tidak jenuh dengan pembelajaran yang hanya bersifat
menghafal tanpa adanya suatu peragaan atau praktek yang menurut saya
menyenangkan bagi siswa. Mengenai materi yang tumpang tindih, memang hal ini
menjadi suatu PR bagi penyusun materi. Dengan adanya materi yang mengarah
pada kompetensi yang dituntut maka diharapkan siswa akan lebih mudah memahami
materi dalam proses belajar mengajar.
|
Persiapan
|
Guru
diminta mempersiapkan AMP (Analisis Materi Pelajaran), Program Tahunan,
Program Catur Wulan, Program Satuan Pelajaran dan Rencana Pembelajaran
|
Guru
diminta membuat Silabus, Program Tahunan, Program Semester, Rencana /Skenario Pembelajaran, dan Bahan
Ajar
|
Pada kurikulum yang
lama, guru memang diberi tugas yang sedikit agak ribet. Hal ini terlihat dari
tugas guru yang diminta untuk mempersiapkan AMP (Analisis Materi Pelajaran),
Program Tahunan, Program Catur Wulan, Program Satuan Pelajaran dan Rencana
Pembelajaran. Pendapat saya mengapa ribet itu adalah guru dituntut dapat atau
mampu untuk menganalisis materi pembelajaran. Padahal materi dibuat dan
dikembangkan oleh pusat. Selain itu dalam sistem caturwulan kegiatan belajar
mengajar akan berakhir selama 3 bulan sekali. Konskwensinya guru harus
membuat program pembelajaran sebanyak empat disamping program tahunan. Dalam
perubahannya, kurikulum KTSP Guru diminta membuat Silabus, Program Tahunan,
Program Semester, Rencana /Skenario
Pembelajaran, dan Bahan Ajar. Disini terdapat perbedaan, yaitu pada kurikulum
lama guru mempersiapkan AMP, program caturwulan, dan program satuan
pelajaran. Sedangkan pada KTSP guru diminta untuk membuat silabus, program
semester dan juga bahan ajar yang akan diberikan pada siswa. Selain hal
tersebut semuanya sama antara kurikulum yang lama dan KTSP. Dengan tugas guru
untuk membuat silabus maka guru bebas bereksplorasi dan mampu mengembangkan
potensi serta kreatifitas dalam menentukan bagaimana pembelajaran apa yang
akan dilakukan. Disamping itu guru juga diharapkan dapat membuat materi atau
bahan ajar. Hal ini akan memudahkan guru dalam mengawasi atau mengkontrol
materi apa saja yang akan diberikan pada siswa. Maka kemungkinan terjadi
tumpang tindih materi dapat diminimalisisr. Akan tetapi walaupun guru diberi
wewenang untuk membuat silabus dan menentukan materi pembelajaran, batasan
masih tetap ditentukan pusat sebagai standar minimal.
|
Proses
|
Materi
yang seringkali overlapping sehingga menyulitkan guru dan siswa
|
Guru
diberi kebebasan berkreasi dalam mengembangkan secara kreatif materi
pokok untuk mencapai kompetensi yg
ditentukan
|
Dengan diberinya
kebebasan bagi guru berkreasi dalam mengembangkan materi dalam proses belajar
mengajar, guru akan lebih bisa mengeksplor dan memberi tambahan berupa
pemahaman mengenai materi yang lebih luas dan sesuai dengan kompetensi yang
ditentukan. Hal ini tentu saja berbeda dengan kurikulum yang terdahulu dimana
materi seringkali overlapping dan menyebabkan kesulitan bagi guru dan siswa. Hal
ini menurut saya dikarenakan oleh sistem pembuatan materi yang terpusat dan
kurang begitu memperhatikan bobot atau kadar materi yang akan diajarkan. Kebebasab berkreasi dalam mengembangkan secara kreatif materi
pokok untuk mencapai tetapi masih terikat pada materi pokok minimal yang dikembangkan pusat.
|
|
Dalam
pelaksanaan kurang memperhatikan learning to know, learning to do, learning
to live together, & learning to be
secara proporsional . Lebih dan kebanyakan
hanya pada learning to know
|
Kesemua
itu diakomodasikan secara integratif dan proporsional
|
Perubahan dari aspek
proses pada kurikulum KTSP adalah learning to know, learning to do, learning
to live together, & learning to be
diakomodasi secara interaktif dan proposional. Maksudnya adalah dalam
pembelajaan antara elemen-elemen tersebut dipadukan dan diberikan secara
seimbang bagi siswa. Learning to know
atau learning to learn mengandung pengertian bahwa belajar itu pada
dasarnya tidak hanya berorientasi kepada produk atau hasil belajar, akan
tetapi juga harus berorientasi kepada proses belajar. Dengan proses belajar,
siswa bukan hanya sadar akan apa yang harus dipelajari, akan tetapi juga
memiliki kesadaran dan kemampuan bagaimana cara mempelajari yang harus
dipelajari itu. Learning to do
mengandung pengertian bahwa belajar itu bukan hanya sekedar mendengar dan
melihat dengan tujuan akumulasi pengetahuan, tetapi belajar untuk berbuat
dengan tujuan akhir penguasaan kompetensi yang sangat diperlukan dalam era
persaingan global. Learning to be
mengandung pengertian bahwa belajar adalah membentuk manusia yang “menjadi
dirinya sendiri”. Dengan kata lain, belajar untuk mengaktualisasikan dirinya
sendiri sebagai individu dengan kepribadian yang memiliki tanggung jawab
sebagai manusia. Learning to live
together adalah belajar untuk bekerjasama. Hal ini sangat diperlukan
sesuai dengan tuntunan kebutuhan dalam masyarakat global dimana manusia baik
secara individual maupun secara kelompok tak mungkin bisa hidup sendiri atau
mengasingkan diri bersama kelompoknya. Apabila kesemua itu diakomodasikan
secara integratif dan proporsional maka siswa dapat menjadi warga negara yang
baik. Hal ini dikarenakan selain siswa belajar menganai teori, siswa akan
dengan sadar menerapkan nilai-nilai yang terkandung dalam materi tadi didalam
kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
|
Formulasi
dan pelaksanaan kurikulum kurang memperhatikan keutuhan aspek kognitif,
afektif, & psikomotorik
|
Ketiganya
merupakan suatu keutuhan dalam pencapaian kompetensi
|
Pada kurikulum yang
lama Formulasi
dan pelaksanaan kurikulum kurang memperhatikan keutuhan aspek kognitif,
afektif, dan psikomotorik. Menurut saya, hal ini merupakan suatu ketidak utuhan
dalam proses belajar mengajar yang harusnya menyangkut pada aspek kognitif,
aspek afektif, dan juga psikomotorik. Ranah kognitif merujuk pada potensi
siswa mengenai kecerdasan atau intelektualitasnya. Ranah afektif mencakup
kemampuan menyangkut aspek perasaan dan emosi. Sedangkan ranah psikomotorik
mencakup kemampuan yang menyangkut keterampilan fisik dalam mengerjakan atau
menyelesaikan sesuatu. Pendidikan sebagai proses belajar memang tidak cukup
dengan sekedar mengejar masalah kecerdasannya saja. Berbagai potensi anak
didik lainnya juga harus mendapat
perhatian yang proporsional agar berkembang secara optimal. Karenanya aspek
atau faktor emosi maupun keterampilan fisik juga perlu mendapatkan kesempatan
yang sama untuk berkembang. Apabila hal tersebut tidak diformulasikan secara
proporsional atau hanya menitikberatkan pada salah satunya maka perkembangan
pemikiran siswa akan terganggu. Dengan adanya kurikulum yang baru, Ketiganya
merupakan suatu keutuhan dalam pencapaian kompetensi. Hal ini merupakan suatu
trobosan dan perubahan yang positif, dimana siswa dapat berkembang simua
aspek dalam dirinya baik berupa ilmu atau pengetahuan, sikap, dann juga
penerapan atau praktek.
|
|
Siswa
sebagai obyek pendidikan dalam proses pembelajaran.
|
Siswa
sebagai subyek pendidikan (student centered learning)
|
Peran siswa sebagai
objek pada kurikulum yang baru memang kurang begitu dikedepankan. Hal ini
dikarenakan oleh sentral atau puasat pembelajaran terdapat pada guru dan
siswa hanya sebagai objek. Disini guru aktif dalam kegiatan belajar mengajar
dan tidak menuntut siswa untuk berperan aktif dalam kegiatan belajar dikelas.
Hal ini tentu saja kurang mendukung perkembangan mental siswa dan tentu saja
kreatifitas siswa dalam memperdalam dan menguasai materi. Akan tetapi dengan
perubahan pada kurikulum KTSP, siswa subyek pendidikan (student centered learning) yang berarti pembelajaran berpusat pada siswa dan guru
sebagai fasilitator yang bertugas mengkondisikan lingkungan untuk memberikan
kemudahan belajar siswa. Dengan perubahan ini maka siswa dituntut untuk lebih
aktif dalam proses belajar mengajar. Hal ini tentunya akan melatih siswa
untuk berfikir kritis dan cerdas. Selain itu siswa juga akan dilatih
mentalnya untuk berpendapat dan menyampaikan ide atau gagasan yang
dimilikinya.
|
|
Kecakapan
hidup (life skill) kurang
terakomodasi dalam kurikulum dan proses pembelajaran, karena mengejar target kurikuler
|
Terakomodasi
secara terpadu dan proporsional dalam kurikulum dan proses pembelajarannya
|
Menurut
Depdiknas (2003), kecakapan hidup (life skill) merupakan kecakapan yang harus
dimiliki seseorang untuk berani menghadapi problem hidup dan kehidupan dengan
wajar tanpa merasa tertekan, kemudian secara proaktif dan kreatif mencari
serta menemukan solusi sehingga mampu mengatasinya. Pembelajaran
kecakapan hidup memerlukan reorientasi pendidikan dari subject-matter
oriented menjadi life-skill oriented. Dalam memilih pengalaman belajar perlu
dipertimbangkan life skill apa yang akan
dikembangkan pada setiap kompetensi dasar. Untuk itu diperlukan analisis
kecakapan hidup setiap kompetensi dasar. Pengalaman belajar merupakan
kegiatan fisik dan mental yang dilakukan siswa dalam berinteraksi dengan
bahan ajar. Pengalaman belajar dilakukan oleh siswa untuk menguasai
kompetensi dasar yang telah ditentukan. Seperti halnya paka kurikulum yang
lama, dimana Kecakapan
hidup (life skill) kurang
terakomodasi dalam kurikulum dan proses pembelajaran, karena mengejar target kurikuler menurut saya akan berpengaruh pada kemampuan siswa dalam
menguasai materi yang diberikan. Berbeda dengan kurikulum KTSP yang mana terakomodasinya life skill secara
terpadu dan proporsional dalam kurikulum dan proses pembelajarannya. Hal ini akan membantu siswa dalam meningkatkan kecakapan
siswa serta kemampuan dalam menerima ateri yang diberikan guru. Secara tidak
langsung pengalaman belajar memang sangatlah berpengaruh untuk menguasai
kompetensi dasar yang telah ditentukan.
|
|
Berorientasi
pada proses dan target kurikulum
|
Berorientasi
pada ouput kompetensi siswa
|
Kurikulum yang lama berorientasi pada proses dan target
kurikulum yang telah ditentukan. Hal ini
mencerminkan bahwa hanya fokus pada proses dan target kurikulum dan tanpa
memikirkan bagaimana outpus siswa dalam mendalami serta memahami materi yang
diajarkan. Berbeda dengan KTSP yang proses belajar mengajarnya berorientasi pada ouput kompetensi
siswa. Jadi guru diharapkan lebih memperhatikan bagaimana siswa
dapat menerapkan semua materi yang di ajarkan agar supaya output siswa dari
mata pelajara PKn menjadi warga negara yang baik tanpa hanya memikikan target
mengajar dan selesainya proses belajar mengajar.
|
0 komentar:
Posting Komentar