Labels

Pages

Minggu, 27 Mei 2012

PERBEDAAN KURIKULUM LAMA DENGAN KTSP


PERBEDAAN KURIKULUM LAMA DENGAN KTSP
Aspek
Kurikulum Lama
KTSP
Analisis perubahan
Dokumen

Seluruh dokumen kurikulum direncanakan, dibuat, dan dikembangkan oleh pusat

Komponen dan materi pokok minimal dikembangkan pusat, sedangkan Silabus dan bahan ajar direncanakan dan dikembangkan  oleh sekolah atau satuan pendidikan
Pada kurikulum lama Seluruh dokumen kurikulum direncanakan, dibuat, dan dikembangkan oleh pusat. Dengan ini maka tidak ada wewenang sekolah atau satuan pendidikan di daerah untuk membuat ataupun mengubah silabus, RPP, maupun rencana pembalajaran yang telah dibuat oleh pusat. Hal ini menurut saya merupakan suatu hal yang bisa dibilang kediktatoran di bidang pendidikan. Bagaimana tidak, semua sekolah harus menuruti pusat dan tidak boleh mengembangkan potensi dan kemampuan yang dimiliki. Oleh karena itu semua sekolah yang ada di daerah tertentu menggunakan dokumen yang sama dengan tidak memikirkan bagaimana kemampuan siswa pada sekolah yang tidak begitu tinggi standar pendidikannya. Misalnya saja antara sekolah yang favorit dengan sekolah yang biasa-biasa saja akan beda kemampuan akademik yang dimiliki siswa, maka seharusnya standar minimum atas hasil belajar siswa juga harus dibedakan. Akan tetapi dengan adanya ketentuan bahwa dokumen direncanakan, dibuat, dan dikembangkan oleh pusat maka sangat sulit bagi siswa yang ibaratnya dibawah standar untuk mencapai batas kemampuan (hasil belajar yang diinginkan). Didalam kurikulum yang baru atau yang sering disebut KTSP guru dan satuan pendidikan dapat mengembangkan Silabus dan bahan ajar direncanakan. Dengan adanya perubahan ini diharapkan dapat lebih mengerti bagaimana kemampuan siswa dan menyelaraskannya dengan apa yang ingin diajarkan serta dicapai oleh guru yang bersangkutan tanpa terpatok dengan dokumen buatan pusat. Dengan mengerti bagaimana kemampuan siswa, maka guru dapat menentukan metode apa yang cocok dan juga bagaimana pembelajaran yang akan dilakukan pada siswa didiknya. Sehingga siswa lebih mudah mengerti serta memahami materi yang diajarkan guru.
Diformulasikan secara rigid, kaku, tidak luwes dan kurang dinamis, sehingga tidak memberikan peluang kepada daerah ,sekolah, dan guru  untuk mengembangkan potensinya
Semua diserahkan kepada daerah, satuan pendidikan, dan guru sesuai dengan kebutuhannya, asal memenuhi standar minimal yg ditentukan .
Pada kurikulum yang lama dokumen diformulasikan secara rigid, kaku, tidak luwes dan kurang dinamis. Hal ini dikarenakan Seluruh dokumen kurikulum direncanakan, dibuat, dan dikembangkan oleh pusat , sehingga tidak memberikan peluang kepada daerah ,sekolah, dan guru  untuk mengembangkan potensinya. Akan tetapi dengan adanya perubahan pada kurikulum KTSP semua diserahkan kepada daerah, satuan pendidikan, dan guru sesuai dengan kebutuhannya, asal memenuhi standar minimal yg ditentukan. Dengan hal tersebut maka sekolah dapat lebih luwes atau fleksibel dalam mengembangkan potensi yang ada pada diri siswanya. Sedangkan untuk standar minimal sudah ditentukan pusat dan daerah, satuan pendidikan, dan guru bisa meningkatkannya sesuai dengan kemampuan siswa. Khususnya kepada guru mata pelajaran PKn, ia dapat lebih mengeksplore siswa sesuai dengan kemampuannya tanpa terganjal oleh batasan maksimal yang ditentukan pusat. Hal ini dikarenakan antara sekolah yang satu dengan yang lainnya memiliki standar kemampuan bagi siswanya yang sangat beragam dan berbeda-beda.
Konten/Isi

Materi padat dan tumpang tindih. Terlalu banyak hafalan, kurang mengarah pada pembentukan sikap ilmiah dan kepribadian melalui pengemba-ngan keterampilan dan sikap.
Materi dibentuk  untuk mengarah pada kompetensi yg dituntut. Karena berbasis kompetensi, maka materi pokok bukan hafalan, tetapi mengarah pada kompetensi yang dituntut seperti yang  diperagakan .
Sebelum kurikulum KTSP diberlakukan, terdapat materi yang padat dan tumpang tindih. Hal ini bisa dilihat dengan pengulangan materi antara kelas yang lebih tinggi dan kelas sebelumnya. Akan tetapi materi yang diajarkan cenderung sama. Selain itu pembelajaran masih terlalu banyak menghafal. Hal ini akan mengakibatkan kejenuhan pada siswa dan berakibat pada prestasi dan motivasi siswa dalam kegiatan belajar mengajar. Pada kurikulum yang lama juga msih terdapat kekurangan didalam isi materi, yaitu kurang mengarah pada pembentukan sikap ilmiah dan kepribadian melalui pengembangan keterampilan dan sikap. Pembentukan sikap ilmiah dan juga kepribadian sangat dibutuhkan siswa dalam membangun moral dan pendidikan nilai anak didik. Dengan adanya perubahan yang terjadi dari kurikulum lama menjadi KTSP, terdapat perubahan positif. Hal ini terlihat dari yang sebelumnya materi pada dan tumpang tindih serta banyak pembelajaran yang bersifat menghafal menjadi materi dibentuk  untuk mengarah pada kompetensi yg dituntut. Selain itu hafalan mengenai materi berubah menjadi lebih mengarah kepada kompetensi yang dituntut seperti yang diperagakan. Perubahan ini dinilai positif karena dengan memperagakan atau mempraktekan materi yang ada siswa dapat lebih memahami serta mendalami materi yang ada. Selain itu siswa tidak jenuh dengan pembelajaran yang hanya bersifat menghafal tanpa adanya suatu peragaan atau praktek yang menurut saya menyenangkan bagi siswa. Mengenai materi yang tumpang tindih, memang hal ini menjadi suatu PR bagi penyusun materi. Dengan adanya materi yang mengarah pada kompetensi yang dituntut maka diharapkan siswa akan lebih mudah memahami materi dalam proses belajar mengajar.
Persiapan


Guru diminta mempersiapkan AMP (Analisis Materi Pelajaran), Program Tahunan, Program Catur Wulan, Program Satuan Pelajaran dan Rencana Pembelajaran
Guru diminta membuat Silabus, Program Tahunan, Program Semester,  Rencana /Skenario Pembelajaran, dan Bahan Ajar

Pada kurikulum yang lama, guru memang diberi tugas yang sedikit agak ribet. Hal ini terlihat dari tugas guru yang diminta untuk mempersiapkan AMP (Analisis Materi Pelajaran), Program Tahunan, Program Catur Wulan, Program Satuan Pelajaran dan Rencana Pembelajaran. Pendapat saya mengapa ribet itu adalah guru dituntut dapat atau mampu untuk menganalisis materi pembelajaran. Padahal materi dibuat dan dikembangkan oleh pusat. Selain itu dalam sistem caturwulan kegiatan belajar mengajar akan berakhir selama 3 bulan sekali. Konskwensinya guru harus membuat program pembelajaran sebanyak empat disamping program tahunan. Dalam perubahannya, kurikulum KTSP Guru diminta membuat Silabus, Program Tahunan, Program Semester,  Rencana /Skenario Pembelajaran, dan Bahan Ajar. Disini terdapat perbedaan, yaitu pada kurikulum lama guru mempersiapkan AMP, program caturwulan, dan program satuan pelajaran. Sedangkan pada KTSP guru diminta untuk membuat silabus, program semester dan juga bahan ajar yang akan diberikan pada siswa. Selain hal tersebut semuanya sama antara kurikulum yang lama dan KTSP. Dengan tugas guru untuk membuat silabus maka guru bebas bereksplorasi dan mampu mengembangkan potensi serta kreatifitas dalam menentukan bagaimana pembelajaran apa yang akan dilakukan. Disamping itu guru juga diharapkan dapat membuat materi atau bahan ajar. Hal ini akan memudahkan guru dalam mengawasi atau mengkontrol materi apa saja yang akan diberikan pada siswa. Maka kemungkinan terjadi tumpang tindih materi dapat diminimalisisr. Akan tetapi walaupun guru diberi wewenang untuk membuat silabus dan menentukan materi pembelajaran, batasan masih tetap ditentukan pusat sebagai standar minimal.
Proses

Materi yang seringkali overlapping sehingga menyulitkan guru dan siswa

Guru diberi kebebasan berkreasi dalam mengembangkan secara kreatif materi pokok  untuk mencapai kompetensi yg ditentukan
Dengan diberinya kebebasan bagi guru berkreasi dalam mengembangkan materi dalam proses belajar mengajar, guru akan lebih bisa mengeksplor dan memberi tambahan berupa pemahaman mengenai materi yang lebih luas dan sesuai dengan kompetensi yang ditentukan. Hal ini tentu saja berbeda dengan kurikulum yang terdahulu dimana materi seringkali overlapping dan menyebabkan kesulitan bagi guru dan siswa. Hal ini menurut saya dikarenakan oleh sistem pembuatan materi yang terpusat dan kurang begitu memperhatikan bobot atau kadar materi yang akan diajarkan.  Kebebasab berkreasi dalam mengembangkan secara kreatif materi pokok  untuk mencapai tetapi masih terikat pada materi pokok minimal yang dikembangkan pusat.

Dalam pelaksanaan kurang memperhatikan learning to know, learning to do, learning to  live together, & learning to be secara proporsional . Lebih dan kebanyakan  hanya pada learning to know
Kesemua itu diakomodasikan secara integratif dan proporsional

Perubahan dari aspek proses pada kurikulum KTSP adalah learning to know, learning to do, learning to  live together, & learning to be diakomodasi secara interaktif dan proposional. Maksudnya adalah dalam pembelajaan antara elemen-elemen tersebut dipadukan dan diberikan secara seimbang bagi siswa. Learning to know atau learning to learn mengandung pengertian bahwa belajar itu pada dasarnya tidak hanya berorientasi kepada produk atau hasil belajar, akan tetapi juga harus berorientasi kepada proses belajar. Dengan proses belajar, siswa bukan hanya sadar akan apa yang harus dipelajari, akan tetapi juga memiliki kesadaran dan kemampuan bagaimana cara mempelajari yang harus dipelajari itu. Learning to do mengandung pengertian bahwa belajar itu bukan hanya sekedar mendengar dan melihat dengan tujuan akumulasi pengetahuan, tetapi belajar untuk berbuat dengan tujuan akhir penguasaan kompetensi yang sangat diperlukan dalam era persaingan global. Learning to be mengandung pengertian bahwa belajar adalah membentuk manusia yang “menjadi dirinya sendiri”. Dengan kata lain, belajar untuk mengaktualisasikan dirinya sendiri sebagai individu dengan kepribadian yang memiliki tanggung jawab sebagai manusia. Learning to live together adalah belajar untuk bekerjasama. Hal ini sangat diperlukan sesuai dengan tuntunan kebutuhan dalam masyarakat global dimana manusia baik secara individual maupun secara kelompok tak mungkin bisa hidup sendiri atau mengasingkan diri bersama kelompoknya. Apabila kesemua itu diakomodasikan secara integratif dan proporsional maka siswa dapat menjadi warga negara yang baik. Hal ini dikarenakan selain siswa belajar menganai teori, siswa akan dengan sadar menerapkan nilai-nilai yang terkandung dalam materi tadi didalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Formulasi dan pelaksanaan kurikulum kurang memperhatikan keutuhan aspek kognitif, afektif, & psikomotorik
Ketiganya merupakan suatu keutuhan dalam pencapaian kompetensi

Pada kurikulum yang lama Formulasi dan pelaksanaan kurikulum kurang memperhatikan keutuhan aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Menurut saya, hal ini merupakan suatu ketidak utuhan dalam proses belajar mengajar yang harusnya menyangkut pada aspek kognitif, aspek afektif, dan juga psikomotorik. Ranah kognitif merujuk pada potensi siswa mengenai kecerdasan atau intelektualitasnya. Ranah afektif mencakup kemampuan menyangkut aspek perasaan dan emosi. Sedangkan ranah psikomotorik mencakup kemampuan yang menyangkut keterampilan fisik dalam mengerjakan atau menyelesaikan sesuatu. Pendidikan sebagai proses belajar memang tidak cukup dengan sekedar mengejar masalah kecerdasannya saja. Berbagai potensi anak didik  lainnya juga harus mendapat perhatian yang proporsional agar berkembang secara optimal. Karenanya aspek atau faktor emosi maupun keterampilan fisik juga perlu mendapatkan kesempatan yang sama untuk berkembang. Apabila hal tersebut tidak diformulasikan secara proporsional atau hanya menitikberatkan pada salah satunya maka perkembangan pemikiran siswa akan terganggu. Dengan adanya kurikulum yang baru, Ketiganya merupakan suatu keutuhan dalam pencapaian kompetensi. Hal ini merupakan suatu trobosan dan perubahan yang positif, dimana siswa dapat berkembang simua aspek dalam dirinya baik berupa ilmu atau pengetahuan, sikap, dann juga penerapan atau praktek.
Siswa sebagai obyek pendidikan dalam proses pembelajaran.
Siswa sebagai subyek pendidikan (student centered learning)
Peran siswa sebagai objek pada kurikulum yang baru memang kurang begitu dikedepankan. Hal ini dikarenakan oleh sentral atau puasat pembelajaran terdapat pada guru dan siswa hanya sebagai objek. Disini guru aktif dalam kegiatan belajar mengajar dan tidak menuntut siswa untuk berperan aktif dalam kegiatan belajar dikelas. Hal ini tentu saja kurang mendukung perkembangan mental siswa dan tentu saja kreatifitas siswa dalam memperdalam dan menguasai materi. Akan tetapi dengan perubahan pada kurikulum KTSP, siswa subyek pendidikan (student centered learning) yang berarti pembelajaran berpusat pada siswa dan guru sebagai fasilitator yang bertugas mengkondisikan lingkungan untuk memberikan kemudahan belajar siswa. Dengan perubahan ini maka siswa dituntut untuk lebih aktif dalam proses belajar mengajar. Hal ini tentunya akan melatih siswa untuk berfikir kritis dan cerdas. Selain itu siswa juga akan dilatih mentalnya untuk berpendapat dan menyampaikan ide atau gagasan yang dimilikinya.
Kecakapan hidup (life skill) kurang terakomodasi dalam kurikulum dan proses pembelajaran, karena mengejar target kurikuler
Terakomodasi secara terpadu dan proporsional dalam kurikulum dan proses pembelajarannya

Menurut Depdiknas (2003), kecakapan hidup (life skill) merupakan kecakapan yang harus dimiliki seseorang untuk berani menghadapi problem hidup dan kehidupan dengan wajar tanpa merasa tertekan, kemudian secara proaktif dan kreatif mencari serta menemukan solusi sehingga mampu mengatasinya. Pembelajaran kecakapan hidup memerlukan reorientasi pendidikan dari subject-matter oriented menjadi life-skill oriented. Dalam memilih pengalaman belajar perlu dipertimbangkan life skill apa yang akan dikembangkan pada setiap kompetensi dasar. Untuk itu diperlukan analisis kecakapan hidup setiap kompetensi dasar. Pengalaman belajar merupakan kegiatan fisik dan mental yang dilakukan siswa dalam berinteraksi dengan bahan ajar. Pengalaman belajar dilakukan oleh siswa untuk menguasai kompetensi dasar yang telah ditentukan. Seperti halnya paka kurikulum yang lama, dimana Kecakapan hidup (life skill) kurang terakomodasi dalam kurikulum dan proses pembelajaran, karena mengejar  target kurikuler menurut saya akan berpengaruh pada kemampuan siswa dalam menguasai materi yang diberikan. Berbeda dengan kurikulum KTSP yang mana terakomodasinya life skill secara terpadu dan proporsional dalam kurikulum dan proses pembelajarannya. Hal ini akan membantu siswa dalam meningkatkan kecakapan siswa serta kemampuan dalam menerima ateri yang diberikan guru. Secara tidak langsung pengalaman belajar memang sangatlah berpengaruh untuk menguasai kompetensi dasar yang telah ditentukan.
Berorientasi pada proses dan target kurikulum
Berorientasi pada ouput kompetensi siswa
Kurikulum yang lama berorientasi pada proses dan target kurikulum yang telah ditentukan. Hal ini mencerminkan bahwa hanya fokus pada proses dan target kurikulum dan tanpa memikirkan bagaimana outpus siswa dalam mendalami serta memahami materi yang diajarkan. Berbeda dengan KTSP yang proses belajar mengajarnya berorientasi pada ouput kompetensi siswa. Jadi guru diharapkan lebih memperhatikan bagaimana siswa dapat menerapkan semua materi yang di ajarkan agar supaya output siswa dari mata pelajara PKn menjadi warga negara yang baik tanpa hanya memikikan target mengajar dan selesainya proses belajar mengajar.

0 komentar:

Posting Komentar