IDENTITAS BUKU POKOK RESUME
Judul buku : Dasar-Dasar Politik Hukum
Pengarang : Imam Syaukani dan A. Ahsin
Thohari
Tahun penerbitan : 2004
Penerbit : PT Raja Grafindo Persada
Kota penerbit : Jakarta
Jumlah Halaman : 141 halaman
A.
Pengertian Politik Hukum
1.
Perspektik Etimologi
Secara etimologis, istilah politik hokum merupakan terjemahan
bahasa Indonesia dari istilah Hukum Belanda rechtspolitiek,
yang merupakan bentukan dari dua kata recht
(hukum) dan politiek (kebijakan).
Menurut Utrecht hokum adalah himpunan petunjuk hidup (perintah atau larangan)
yang mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat yang seharusnya ditaati oleh
anggota masyarakat dan jika dilanggar dapat menimbulkan tindakan dari pihak
pemerintah dari masyarakat itu (Chainul, 2000: 21).
2.
Perspektif Terminologis
a.
Padmo Wahjono
Menurut Padmo Wahjono
politik hukum adalah kebijakan penyelanggara Negara yang bersifat mendasar
dalam menentukan arah, bentuk maupun isi dari hukum yang akan dibentuk dan
tentang apa yang dijadikan kriteria untuk menghukumkan sesuatu.
b.
Soedarto
Politik hukum adalah
kebijakan dari Negara melalui badan-badan Negara yang berwenang untuk
menetapkan peraturan-peraturan yang dikehendaki, yang diperkirakan akan
digunakan untuk mengekspresikan apa yang terkandung dalam masyarakat dan untuk
mencapai apa yang dicita-citakan.
c.
Satjipto Raharjo
Politik hukum
didefinisikan sebagai aktifitas memilih dan cara yang hendak dipakai untuk
mencapai suatu tujuan social dan hukum tertentu dalam masyarakat.
Dari berbagai definisi tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa
politik hukum adalah kebijakan dasar penyelenggara Negara dalam bidang hukum
yang akan, sedang dan telah berlaku, yang bersumber dari nilai-nilai yang
berlaku di masyarakat untuk mencapai tujuan Negara yang dicita-citakan.
B.
Ruang Lingkup Dan Manfaat
Ilmu Politik Hukum
1.
Ruang Lingkup Ilmu dan
Manfaat Politik Hukum
Ruang lingkup atau wilayah kajian (domain) disiplin politik hokum adalah meliputi aspek lembaga
kenegaraan pembuat politik hokum, letah politik hokum dan factor (internal dan
eksternal) yang mempengaruhi pembentukan politik hokum suatu Negara. Politik
hokum menganut prinsip double movement,
yaitu selain sebagai kerangka berfikir merumuskan kebijakan dalam bidang hokum
(legal policy) juga dipakai untik
mengkritisi produk-produk hukum yang telah diundangkan berdasarkan legal policy diatas. Berdasarkan uraian
tersebut, ruang lingkup atau wilayah kajian politik hukum adalah :
a.
Proses penggalian
nilai-nilai dan aspirasi yang berkembang dalam masyarakat oleh penyelenggara
negara yang berwenang merumuskan politik hukum
b.
Proses perdebatan dan
perumusan nilai-nilai dan aspirasi tersebut dalam bentuk sebuah rancangan
peraturan berwenang merumuskan politik hukum
c.
Penyelenggara negara
yang berwenang merumuskan dan menetapkan politik hukum
d.
Peraturan
perundang-undangan yang memuat politik hukum
e.
Faktor-faktor yang
mempengaruhi dan menentukan suatu politik hukum, baik yang akan, sedang, dan
telah ditetapkan
f.
Pelaksanaan dari
peraturan perundang-undangan yang merupakan implementasi dari politik hukum
suatu Negara.
Secara
umum politik hukum bermanfaat untuk mengetahui bagaimana proses-proses yang
tercakup dalam enam wilayah kajian itu dapat menghasilkan sebuah legal policy
yang sesuai dengan kebutuhan dan rasa keadilan masyarakat.
C.
Hukum dan Politik
Politik
dan hukum dalam konteks ilmu sosial dan humaniora adalah variabel-variabel yang
memiliki keterkaitan erat dalam sebuah hubungan kausalitas yang masing-masing
memberikan pengaruh. Secara konseptual, keduanya memiliki kekuatan untuk saling
mempengaruhi. Dengan demikian bilamana politik dan hukum dipisahkan dan berdiri
sendiri, maka keduanya tidak memiliki arti bagi pemakainya. Dalam melihat
hubungan di antara keduanya, maka akan muncul banyak asumsi yang digunakan demi
medapatkan visi tertentu. Asumsi-asumsi yang muncul adalah asumsi-asumsi yang
menempatkan politik dan hukum sebagai variabel yang saling bertumbukan.
Munculnya
asumsi-asumsi dilatarbelakangi oleh pengenaan das sollen dan das sein dalam
melihat politik dan hukum. Apabila menggunakan pemikiran yang berlandaskan pada
analisis das sollen maka hukum akan menjadi dominan atas politik. Sementara
itu, jika berlandaskan pada das sein maka yang terjadi adalah hukum didominasi
oleh politik. Karena hukum dan politik adalah variabel, maka dengan landasan
yang demikian, maka kedudukan sebagai independent variable dan dependent
variable akan sangat ditentukan olehnya. Pada kerangka yang lain, das
sollen-das sein menjadi perspektif-perspektif untuk memandang politik dan
hukum, yang terbagi atas beberapa pendapat, diantaranya :
1. Hukum determinan atas politik
Artinya
bahwa sudut pandang yang dipakai adalah melihat hukum sebagai undang-undang,
sehingga asumsinya adalah politik merupakan produk hukum. Alasannya adalah
hukum menjadi dominan atas politik. Disinilah politik menjadi variabel yang
terpengaruh (dependent variable) oleh
hukum (independent variable).
Perspektif yang dipakai dalam melihat asumsi ini adalah perspektif das sollen
(keharusan), dimana berpegang teguh pada hukum harus merupakan pedoman dalam
segala tingkat hubungan anggota masyarakat termasuk dalam kegiatan politik.
2. Politik determinan atas hukum
Artinya
bahwa politik dilihat sebagai kekuasaan yang mempengaruhi terbentuknya hukum,
sehingga diasumsikan bahwa hukum adalah sebagai produk politik. Karena dominasi
kekuasaan, hukum menjadi produk politik., hukum menjadi produk politik.
Disinilah hukum menjadi variabel yang terpengaruh (dependent variable) oleh politik (independent variable).
Dalam
asumsi ini yang dipakai adalah perspektif das sein dimana para penganut paham
empiris memandang bahwa secara realistis, politik sangat mempengaruhi produk
hukum, tidak hanya pada konteks pembuatannya saja, namun juga sampai pada
kenyataan-kenyataan empirisnya. Kegiatan pembuatan undang-undang dalam
kenyataannya lebih kental dengan pembuatan keputusan-keputusan politis yang
kemudian dibakukan dalam bentuk undang-undang.
3. Politik dan hukum determinasinya seimbang
Dalam
pendapat ini, kedudukan hukum dan politik sebagai subsistem kemasyarakatan
berada pada posisi yang derajatnya seimbang antara satu dengan yang lainnya.
Artinya adalah meskipun hukum merupakan produk keputusan politik, namun begitu
hukum diberlakukan maka semua kegiatan politik harus tunduk pada hukum tersebut.
Mahfud MD dalam bukunya ini, menggunakan asumsi bahwa hukum merupakan produk
politik. Hal ini berarti bahwa politik sebagai independent variable menjadi
variabel yang berpengaruh bagi terbentuknya hukum, dimana hukum diletakkan
sebagai dependent variable. Hukum dalam tulisannya Mahfud tersebut adalah
merupakan peraturan perundang-undangan yang dibentuk secara politis.
Realitas
bahwa hukum di Indonesia tergantung atas politik yang berkembang, yakni politik
determinan atas hukum, dapat dilihat dari kehendak-kehendak politik yang saling
berinteraksi dan bersaing satu dengan yang lainnya, kemudian mengkristalisasi
membentuk peraturan-peraturan yang abstrak (pasal-pasal yang imperatif). Pernyataan
bahwa hukum merupakan produk politik dikarenakan di Indonesia peraturan
perundangan merupakan hasil dari kontestasi kepentingan dan aspirasi politik
dari pihak-pihak yang secara bersama-sama membentuk undang-undang.
Undang-undang yang terbentuk merupakan hasil dari upaya akomodasi dari kekuatan
politik dan aspirasi politik. Maka dengan demikian hukum sendiri adalah produk
politik.
Di
dalam ilmu-ilmu sosial dan humaniora, kebenaran yang ada adalah kebenaran
relatif. Artinya bahwa tidak ada kebenaran yang mutlak yang ditemukan secara
ilmiah dalam ilmu-ilmu sosial dan humaniora. Kedua asumsi di atas, menemukan
tujuannya masing-masing. Asumsi pertama politik adalah produk hukum, bukanlah
kesimpulan yang salah mengingat landasan asumsi yang dipergunakan secara ilmiah
dapat dipertanggungjawabkan. Demikian sebaliknya, bilamana hukum merupakan
produk politik, maka secara ilmiah kesimpulan itu dapat dipertanggung jawabkan
pula (http://kunmunawir.blogspot.
com/2012/01/politik-hukum-sebuah-urgensitas.html).
D.
Konfigurasi politik
Konfigurasi
politik diartikan sebagai susunan atau konstelasi kekuatan politik yang secara
dikotomis dibagi menjadi dua konsep yang bertentangan secara diametral yaitu
konfigurasi politik demokratis dan konfigurasi politik otoriter.
Konfigurasi politik demokratis
|
Konfigurasi politik otoriter
|
- Sistem politik yang membuka kesempatan bagi partisipasi rakyat
secara penuh untuk ikut aktif menentukan kebijaksanakan umum.
- Partisipasi ini ditentukan atas dasar mayoritas oleh
wakil-wakli rakyat dalam pemilihan yang berkala yang didasarkan pada prinsip
kesamaan politik dan diselenggarakan dalam suasana terjadinya kebebasan
politik.
- Terdapat pluralitas organisasi dimana organisasi-organisasi
yang penting relative otonom.
- Terdapat kebebasan bagi rakyat melalui wakil-wakilnya untuk
melancarkan kritik bagi pemerintah.
|
-
Susunan sistem
politik yang lebih memungkinkan negara beperan secara aktif serta mengambil
hampir seluruh inisiatif dalam pembuatan kebijaksanakan negara.
-
Ditandai oleh
dorongan elit kekuasaan untuk memaksakan persatuan, penghapusan oposisi
terbuka, dominasi pimpinan negara untuk menentukan kebijaksanakan negara.
-
Dominasi kekuasaan
politik oleh elit politik yang kekal
-
Doktrin yang
membenarkan konsentrasi kekuasaan.
|
Untuk
mengkualifikasikan apakah konfigurasi itu demokratis atau otoriter,
indikatornya adalah tiga pilar demokrasi :
1.
Peranan partai politik dan
badan perwakilan
2.
Kebebasan pers
3.
Peranan eksekutif
E.
Karakter produk hukum
a. Produk hukum responsive/populistik adalah produk hukum yang
mencerminkan rasa keadilan dan memenuhi harapan masyarakat. Dalam proses
pembuatannya memberikan peranan besar dan partisipasi penuh leh
kelompok-kelompok social dan individu di dalam masyarakat. Hasilnya bersifat
responsive terhadap tuntutan-tuntutan kelompok social atau individu dalam
masyarakat.
b. Produk hukum konservatif/ortodoks/elitis adalah produk hukum
yang isinya lebih mencerminkan visi social elit politik, keinginan pemerintah,
bersifat positivistis-instrumentalis, yakni sebagai alat pelaksanakan ideology
dan program negara. Berlawanan hukum responsive, hukum ortodoks lebih tertutup
terhadap ketentuan-ketentuan kelompok atau individu di dalam masyrakat. Dalam
pembuatannya peranan dan partisipasi masyarakat lebih kecil. Positivis-instrumentalis
adalah substansinya memuat materi-materi demi mewujudkan keinginan dan
kepentingan program pemerintah saja.
Indicator
apakah sebuah prosuk hukum responsive atau konservatif, indikatornya adalah:
1)
Proses pembuatan hukum
2) Sifat fungsi hukum
3)
Kemungkinan penafsiran atas sebuah produk hukum
Untuk
mengkalkulasikan apakah produk hukum tersebut responsif atau konservatif, ada
indikator yang bisa dipakai dalam penilaian sebuah produk hukum tersebut.
Penilaian yang dipakai adalah proses pembuatannya, sifat hukumnya, fungsi hukum
dan kemungkinan penafsiran terhadap pasal-pasal dari produk hukum tersebut.
Produk hukum yang berkarakter responsif proses pembuatannya bersifat
pertisipasif, yakni mengundang sebanyak-banyaknya partisipasi semua elemen
masyarakat, baik dari segi individu, ataupun kelompok masyarakat. Kemudian
dilihat dari fungsi hukum yang berkarakter responsive tersebut harus bersifat
aspiratif yang bersumber dari keinginan atau kehendak dari masyarakat, produk
hukum tersebut bukan kehendak dari penguasa untuk melegitimasikan kekuasaannya.
Sehingga fungsi hukum bisa menjadi nilai yang telah terkristal dalam
masyarakat.
F.
Sistem Hukum Nasional
Sistem hukum nasional
terbentuk dari dua istilah, yaitu sistem dan hukum nasional. System diadaptasi
dari bahasa yunani systema yang berarti suatu keseluruhan yang tersusun dari
sekian banyak bagian (whole coumpounded
of several parts), atau hubungan yang berlangsung diantara satuan-satuan atau komponen-komponen
secara teratur. Sistem merupakan sehimpunan unsur yang melakukan suatu kegiatan
atau menyusun skema atau tatacara melakukan sesuatu kegiatan memproses, untuk
mencapai sesuatu atau beberapa tujuan.
Adapun hukum nasional
adalah hukum atau peraturan perundang-undangan yang didasarkan kepada landasan
ideology dan konstitusional Negara, yaitu Pancasila dan UUD 1945 atau hukum
yang dibangun atas kreatifitas atau aktifitas yang didasarkan atas cita rasa
dan rekayasa bangsa sendiri. Dari kedua pengertian tersebut dapat ditarik
kesimpulan bahwa system hokum nasional adalah sebuah system hokum (meliputi
materiil dan formil; pokok dan sektoral) yang dibangun berdasarkan ideology
pancasila dan UUD 1945, serta berlaku di seluruh Indonesia.
Perspektif hukum
nasional pertama-tama dapat ditemukan didalam kunci pokok pertama Sistem
Pemerintahan Negara Indonesia yang tertuang dalam penjelasan UUD 1945. Disana
disebutkan bahwa “Negara Indonesia berdasarkan atas hokum (rechtsstaat) tidak berdasarkan kekuasaan belaka. Dengan demikian
Indonesia adalah Negara hokum, sehingga hokum harus memainkan peranan yang
menentukan atau menjadi sentral dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara (Mahfud, 1999:30). Menurut Dr. Sunaryati Hartono, SH hukum itu bukan
merupakan tujuan, akan tetapi hanya merupakan jembatan, yang akan membawa kita
kepada ide yang dicita-citakan. Factor yang akan menentukan politik hokum
nasional itu tidaklah semata-mata apa yang kita cita-citakan, atau tergantung
pada kehendak pembentuk hokum, praktis atau para teoritisi belaka, akan tetapi
ikut ditentukan oleh perkembangan hokum Negara lain serta perkembangan hokum
internasional. (Artidjo dan Soleh, 1986: 2)
SUMBER PELENGKAP
Alkostar, Artidjo dan M. Soleh Amin. 1986. Pembangunan Hukum dalam Perspektif Politik Hukum Nasional.
Jakarta: CV.Rajawali
Arrasjid, Chainur. 2000. Dasar-Dasar
Ilmu Hukum. Jakarta: Sinar Grafika
Mahfud, Muhammad. 1999. Pergulatan
Politik dan Hukum di Indonesia. Jakarta: Gama Media
Munawir (2012). Politik
Hukum sebuah Urgensitas. Diakses dari http://kunmunawir.
blogspot.com/2012/01/politik-hukum-sebuah-urgensitas.html pada 1 April 2012
0 komentar:
Posting Komentar