Labels

Pages

Minggu, 27 Mei 2012

RESUME politik hukum


IDENTITAS BUKU POKOK RESUME

Judul buku                            :  Dasar-Dasar Politik Hukum
Pengarang                              :  Imam Syaukani dan A. Ahsin
                                                   Thohari
Tahun penerbitan                 :  2004
Penerbit                                  :  PT Raja Grafindo Persada
Kota penerbit                        :  Jakarta
Jumlah Halaman                   :  141 halaman

A.    Pengertian Politik Hukum
1.      Perspektik Etimologi
Secara etimologis, istilah politik hokum merupakan terjemahan bahasa Indonesia dari istilah Hukum Belanda rechtspolitiek, yang merupakan bentukan dari dua kata recht (hukum) dan politiek (kebijakan). Menurut Utrecht hokum adalah himpunan petunjuk hidup (perintah atau larangan) yang mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat yang seharusnya ditaati oleh anggota masyarakat dan jika dilanggar dapat menimbulkan tindakan dari pihak pemerintah dari masyarakat itu (Chainul, 2000: 21).
2.      Perspektif Terminologis
a.       Padmo Wahjono
Menurut Padmo Wahjono politik hukum adalah kebijakan penyelanggara Negara yang bersifat mendasar dalam menentukan arah, bentuk maupun isi dari hukum yang akan dibentuk dan tentang apa yang dijadikan kriteria untuk menghukumkan sesuatu.
b.      Soedarto
Politik hukum adalah kebijakan dari Negara melalui badan-badan Negara yang berwenang untuk menetapkan peraturan-peraturan yang dikehendaki, yang diperkirakan akan digunakan untuk mengekspresikan apa yang terkandung dalam masyarakat dan untuk mencapai apa yang dicita-citakan.
c.       Satjipto Raharjo
Politik hukum didefinisikan sebagai aktifitas memilih dan cara yang hendak dipakai untuk mencapai suatu tujuan social dan hukum tertentu dalam masyarakat.
Dari berbagai definisi tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa politik hukum adalah kebijakan dasar penyelenggara Negara dalam bidang hukum yang akan, sedang dan telah berlaku, yang bersumber dari nilai-nilai yang berlaku di masyarakat untuk mencapai tujuan Negara yang dicita-citakan.
B.     Ruang Lingkup Dan Manfaat Ilmu Politik Hukum
1.      Ruang Lingkup Ilmu dan Manfaat Politik Hukum
Ruang lingkup atau wilayah kajian (domain) disiplin politik hokum adalah meliputi aspek lembaga kenegaraan pembuat politik hokum, letah politik hokum dan factor (internal dan eksternal) yang mempengaruhi pembentukan politik hokum suatu Negara. Politik hokum menganut prinsip double movement, yaitu selain sebagai kerangka berfikir merumuskan kebijakan dalam bidang hokum (legal policy) juga dipakai untik mengkritisi produk-produk hukum yang telah diundangkan berdasarkan legal policy diatas. Berdasarkan uraian tersebut, ruang lingkup atau wilayah kajian politik hukum adalah :
a.       Proses penggalian nilai-nilai dan aspirasi yang berkembang dalam masyarakat oleh penyelenggara negara yang berwenang merumuskan politik hukum
b.      Proses perdebatan dan perumusan nilai-nilai dan aspirasi tersebut dalam bentuk sebuah rancangan peraturan berwenang merumuskan politik hukum
c.       Penyelenggara negara yang berwenang merumuskan dan menetapkan politik hukum
d.      Peraturan perundang-undangan yang memuat politik hukum
e.       Faktor-faktor yang mempengaruhi dan menentukan suatu politik hukum, baik yang akan, sedang, dan telah ditetapkan
f.       Pelaksanaan dari peraturan perundang-undangan yang merupakan implementasi dari politik hukum suatu Negara.
Secara umum politik hukum bermanfaat untuk mengetahui bagaimana proses-proses yang tercakup dalam enam wilayah kajian itu dapat menghasilkan sebuah legal policy yang sesuai dengan kebutuhan dan rasa keadilan masyarakat.

C.     Hukum dan Politik
Politik dan hukum dalam konteks ilmu sosial dan humaniora adalah variabel-variabel yang memiliki keterkaitan erat dalam sebuah hubungan kausalitas yang masing-masing memberikan pengaruh. Secara konseptual, keduanya memiliki kekuatan untuk saling mempengaruhi. Dengan demikian bilamana politik dan hukum dipisahkan dan berdiri sendiri, maka keduanya tidak memiliki arti bagi pemakainya. Dalam melihat hubungan di antara keduanya, maka akan muncul banyak asumsi yang digunakan demi medapatkan visi tertentu. Asumsi-asumsi yang muncul adalah asumsi-asumsi yang menempatkan politik dan hukum sebagai variabel yang saling bertumbukan.
Munculnya asumsi-asumsi dilatarbelakangi oleh pengenaan das sollen dan das sein dalam melihat politik dan hukum. Apabila menggunakan pemikiran yang berlandaskan pada analisis das sollen maka hukum akan menjadi dominan atas politik. Sementara itu, jika berlandaskan pada das sein maka yang terjadi adalah hukum didominasi oleh politik. Karena hukum dan politik adalah variabel, maka dengan landasan yang demikian, maka kedudukan sebagai independent variable dan dependent variable akan sangat ditentukan olehnya. Pada kerangka yang lain, das sollen-das sein menjadi perspektif-perspektif untuk memandang politik dan hukum, yang terbagi atas beberapa pendapat, diantaranya :
1.      Hukum determinan atas politik
Artinya bahwa sudut pandang yang dipakai adalah melihat hukum sebagai undang-undang, sehingga asumsinya adalah politik merupakan produk hukum. Alasannya adalah hukum menjadi dominan atas politik. Disinilah politik menjadi variabel yang terpengaruh (dependent variable) oleh hukum (independent variable). Perspektif yang dipakai dalam melihat asumsi ini adalah perspektif das sollen (keharusan), dimana berpegang teguh pada hukum harus merupakan pedoman dalam segala tingkat hubungan anggota masyarakat termasuk dalam kegiatan politik.
2.      Politik determinan atas hukum
Artinya bahwa politik dilihat sebagai kekuasaan yang mempengaruhi terbentuknya hukum, sehingga diasumsikan bahwa hukum adalah sebagai produk politik. Karena dominasi kekuasaan, hukum menjadi produk politik., hukum menjadi produk politik. Disinilah hukum menjadi variabel yang terpengaruh (dependent variable) oleh politik (independent variable).
Dalam asumsi ini yang dipakai adalah perspektif das sein dimana para penganut paham empiris memandang bahwa secara realistis, politik sangat mempengaruhi produk hukum, tidak hanya pada konteks pembuatannya saja, namun juga sampai pada kenyataan-kenyataan empirisnya. Kegiatan pembuatan undang-undang dalam kenyataannya lebih kental dengan pembuatan keputusan-keputusan politis yang kemudian dibakukan dalam bentuk undang-undang.
3.      Politik dan hukum determinasinya seimbang
Dalam pendapat ini, kedudukan hukum dan politik sebagai subsistem kemasyarakatan berada pada posisi yang derajatnya seimbang antara satu dengan yang lainnya. Artinya adalah meskipun hukum merupakan produk keputusan politik, namun begitu hukum diberlakukan maka semua kegiatan politik harus tunduk pada hukum tersebut. Mahfud MD dalam bukunya ini, menggunakan asumsi bahwa hukum merupakan produk politik. Hal ini berarti bahwa politik sebagai independent variable menjadi variabel yang berpengaruh bagi terbentuknya hukum, dimana hukum diletakkan sebagai dependent variable. Hukum dalam tulisannya Mahfud tersebut adalah merupakan peraturan perundang-undangan yang dibentuk secara politis.
Realitas bahwa hukum di Indonesia tergantung atas politik yang berkembang, yakni politik determinan atas hukum, dapat dilihat dari kehendak-kehendak politik yang saling berinteraksi dan bersaing satu dengan yang lainnya, kemudian mengkristalisasi membentuk peraturan-peraturan yang abstrak (pasal-pasal yang imperatif). Pernyataan bahwa hukum merupakan produk politik dikarenakan di Indonesia peraturan perundangan merupakan hasil dari kontestasi kepentingan dan aspirasi politik dari pihak-pihak yang secara bersama-sama membentuk undang-undang. Undang-undang yang terbentuk merupakan hasil dari upaya akomodasi dari kekuatan politik dan aspirasi politik. Maka dengan demikian hukum sendiri adalah produk politik.
Di dalam ilmu-ilmu sosial dan humaniora, kebenaran yang ada adalah kebenaran relatif. Artinya bahwa tidak ada kebenaran yang mutlak yang ditemukan secara ilmiah dalam ilmu-ilmu sosial dan humaniora. Kedua asumsi di atas, menemukan tujuannya masing-masing. Asumsi pertama politik adalah produk hukum, bukanlah kesimpulan yang salah mengingat landasan asumsi yang dipergunakan secara ilmiah dapat dipertanggungjawabkan. Demikian sebaliknya, bilamana hukum merupakan produk politik, maka secara ilmiah kesimpulan itu dapat dipertanggung jawabkan pula (http://kunmunawir.blogspot. com/2012/01/politik-hukum-sebuah-urgensitas.html).


D.    Konfigurasi politik
Konfigurasi politik diartikan sebagai susunan atau konstelasi kekuatan politik yang secara dikotomis dibagi menjadi dua konsep yang bertentangan secara diametral yaitu konfigurasi politik demokratis dan konfigurasi politik otoriter.

Konfigurasi politik demokratis
Konfigurasi politik otoriter
-       Sistem politik yang membuka kesempatan bagi partisipasi rakyat secara penuh untuk ikut aktif menentukan kebijaksanakan umum.
-       Partisipasi ini ditentukan atas dasar mayoritas oleh wakil-wakli rakyat dalam pemilihan yang berkala yang didasarkan pada prinsip kesamaan politik dan diselenggarakan dalam suasana terjadinya kebebasan politik.
-       Terdapat pluralitas organisasi dimana organisasi-organisasi yang penting relative otonom.
-       Terdapat kebebasan bagi rakyat melalui wakil-wakilnya untuk melancarkan kritik bagi pemerintah.
-          Susunan sistem politik yang lebih memungkinkan negara beperan secara aktif serta mengambil hampir seluruh inisiatif dalam pembuatan kebijaksanakan negara.
-          Ditandai oleh dorongan elit kekuasaan untuk memaksakan persatuan, penghapusan oposisi terbuka, dominasi pimpinan negara untuk menentukan kebijaksanakan negara.
-          Dominasi kekuasaan politik oleh elit politik yang kekal
-          Doktrin yang membenarkan konsentrasi kekuasaan.
Untuk mengkualifikasikan apakah konfigurasi itu demokratis atau otoriter, indikatornya adalah tiga pilar demokrasi :
1.      Peranan partai politik dan badan perwakilan
2.      Kebebasan pers
3.      Peranan eksekutif
E.     Karakter produk hukum
a.       Produk hukum responsive/populistik adalah produk hukum yang mencerminkan rasa keadilan dan memenuhi harapan masyarakat. Dalam proses pembuatannya memberikan peranan besar dan partisipasi penuh leh kelompok-kelompok social dan individu di dalam masyarakat. Hasilnya bersifat responsive terhadap tuntutan-tuntutan kelompok social atau individu dalam masyarakat.
b.      Produk hukum konservatif/ortodoks/elitis adalah produk hukum yang isinya lebih mencerminkan visi social elit politik, keinginan pemerintah, bersifat positivistis-instrumentalis, yakni sebagai alat pelaksanakan ideology dan program negara. Berlawanan hukum responsive, hukum ortodoks lebih tertutup terhadap ketentuan-ketentuan kelompok atau individu di dalam masyrakat. Dalam pembuatannya peranan dan partisipasi masyarakat lebih kecil. Positivis-instrumentalis adalah substansinya memuat materi-materi demi mewujudkan keinginan dan kepentingan program pemerintah saja.
Indicator apakah sebuah prosuk hukum responsive atau konservatif, indikatornya adalah:
1) Proses pembuatan hukum
2) Sifat fungsi hukum
3) Kemungkinan penafsiran atas sebuah produk hukum
Untuk mengkalkulasikan apakah produk hukum tersebut responsif atau konservatif, ada indikator yang bisa dipakai dalam penilaian sebuah produk hukum tersebut. Penilaian yang dipakai adalah proses pembuatannya, sifat hukumnya, fungsi hukum dan kemungkinan penafsiran terhadap pasal-pasal dari produk hukum tersebut. Produk hukum yang berkarakter responsif proses pembuatannya bersifat pertisipasif, yakni mengundang sebanyak-banyaknya partisipasi semua elemen masyarakat, baik dari segi individu, ataupun kelompok masyarakat. Kemudian dilihat dari fungsi hukum yang berkarakter responsive tersebut harus bersifat aspiratif yang bersumber dari keinginan atau kehendak dari masyarakat, produk hukum tersebut bukan kehendak dari penguasa untuk melegitimasikan kekuasaannya. Sehingga fungsi hukum bisa menjadi nilai yang telah terkristal dalam masyarakat.
F.      Sistem Hukum Nasional
Sistem hukum nasional terbentuk dari dua istilah, yaitu sistem dan hukum nasional. System diadaptasi dari bahasa yunani systema yang berarti suatu keseluruhan yang tersusun dari sekian banyak bagian (whole coumpounded of several parts), atau hubungan yang berlangsung  diantara satuan-satuan atau komponen-komponen secara teratur. Sistem merupakan sehimpunan unsur yang melakukan suatu kegiatan atau menyusun skema atau tatacara melakukan sesuatu kegiatan memproses, untuk mencapai sesuatu atau beberapa tujuan.
Adapun hukum nasional adalah hukum atau peraturan perundang-undangan yang didasarkan kepada landasan ideology dan konstitusional Negara, yaitu Pancasila dan UUD 1945 atau hukum yang dibangun atas kreatifitas atau aktifitas yang didasarkan atas cita rasa dan rekayasa bangsa sendiri. Dari kedua pengertian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa system hokum nasional adalah sebuah system hokum (meliputi materiil dan formil; pokok dan sektoral) yang dibangun berdasarkan ideology pancasila dan UUD 1945, serta berlaku di seluruh Indonesia.
Perspektif hukum nasional pertama-tama dapat ditemukan didalam kunci pokok pertama Sistem Pemerintahan Negara Indonesia yang tertuang dalam penjelasan UUD 1945. Disana disebutkan bahwa “Negara Indonesia berdasarkan atas hokum (rechtsstaat) tidak berdasarkan kekuasaan belaka. Dengan demikian Indonesia adalah Negara hokum, sehingga hokum harus memainkan peranan yang menentukan atau menjadi sentral dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara (Mahfud, 1999:30). Menurut Dr. Sunaryati Hartono, SH hukum itu bukan merupakan tujuan, akan tetapi hanya merupakan jembatan, yang akan membawa kita kepada ide yang dicita-citakan. Factor yang akan menentukan politik hokum nasional itu tidaklah semata-mata apa yang kita cita-citakan, atau tergantung pada kehendak pembentuk hokum, praktis atau para teoritisi belaka, akan tetapi ikut ditentukan oleh perkembangan hokum Negara lain serta perkembangan hokum internasional. (Artidjo dan Soleh, 1986: 2)


SUMBER PELENGKAP

Alkostar, Artidjo dan M. Soleh Amin. 1986. Pembangunan Hukum dalam Perspektif Politik Hukum Nasional. Jakarta:  CV.Rajawali
Arrasjid, Chainur. 2000. Dasar-Dasar Ilmu Hukum. Jakarta: Sinar Grafika
Mahfud, Muhammad. 1999. Pergulatan Politik dan Hukum di Indonesia. Jakarta: Gama Media
Munawir (2012). Politik Hukum sebuah Urgensitas. Diakses dari http://kunmunawir. blogspot.com/2012/01/politik-hukum-sebuah-urgensitas.html pada 1 April 2012

0 komentar:

Posting Komentar