BAB
III
MASALAH
NEGARA KEPULAUAN
A.
Pendahuluan
Pemikiran
mengenai masalah laut territorial Negara kepulauan sudah ada sejak 1889, yaitu
pemikiran Aubet yang menganjurkan sidang agar meninjau kembali penentuan
batas-batas perairan territorial Negara-negara yang mempunyai kepulauan didepan
pantainya (coastal archipalagos)
seperti Norwegia pada sidang Institut de
Droit Internasional. Usul tersebut tidak disambut baik, dan kemudian muncul
lagi pada sidang International Law Association (ILA) di Hamburg pada tahun 1924 yang
disampaikan oleh Alvares yang mengusulkan memperlakukan suatu kepulauan sebagai
suatu kesatuan, dengan laut marginal selebar 6 mil yang diukur dari pulau-pulau
yang terletar pada posisi paling jauh dari kepulauan. Usulan tersebut juga
ternyata belum mendapat dukungan yang cukup, barulah pada tahun 1928 Institut de Droit Internasional dalam
suatu sidang menelorkan suatu referensi istimewa. Referensi ini diantaranya
memutuskan bahwa pulau-pulau harus diperlakukan sebagai satu kesatuan. Dengan
ketentuan bahwa jarak antara pulau-pulau itu tidak melebihi dua kali lipat
lebar teritorialnya.
B.
Masalah
Perbatasan Maritim
Sejak
tahun 1993 para ahli yang tergabung dalam Organisasi Hydrografi internasional (International Hidrographic Organization)
telah mengemukakan tiga metode penerapan garis batas maritim, yaitu Metode
Berjarak Sama, Metode Turunan Dari Prinsip Berjarak Sama, dan metode-metode
lainnya. Dal;am penentuan garis batas maritim suatu garis yang berjarak sama (equidistance line) adalah garis yang
menhubungkan setiap titik-titik yang berjarak sama dari titik-titik terdekat
pada garis-garis dasar laut territorial dua Negara. Adapum masalah yang
dihadapi oleh beberapa Negara Asia Pasifik pada umumnya adalah yang menyangkut
batas laut territorial antara Negara yang berhadapan atau berdampingan. Belum
terselesaikannya masalah ini banyak disebabkan oleh perbedaan prinsip yang dianut
oleh masing-masing Negara. Satu pihak terdapat prinsip keadilan dan yang
lainnya menganut prinsip garis tengah.
C.
Perbatasan
Maritim Ri-Malaysia
Sebelum
diadakan Konferensi hokum Laut III (1974-1982), pemerintah RI telah berhasil
mengadakan perjanjian dengan Negara-negara tetangga yang dimaksudkan untuk
menjadikan Negara-negara tetangga tersebut sebagai costumari law, sehingga pada gilirannya dapat mendukung law making treaties dari konsepsi Negara
kepulauan yang dianut Indonesia pada KHL.perundingan pertama dilakukan dengan
Malaysia, namun perundingan tentang Garis Batas Landas Kontinen di laut
Sulawesi tertunda. Akan tetapi kesepakatan kedua Negara tersebut tidak pernah
dikontrol oleh Indonesia, sehingga pembangunan wisata diving yang dilakukan Malaysia secara diam-diam baru diketahui
dengan menyampaikan protes resmi agar pembangunan tersebut dihentikan.sebelum
masalah tersebut dibawa ke MI, Indonesia telah mengeluarkan UU No. 6 Tahun 1996
tentang wilayah perairan Indonesia. Akan tetapi, UU dan PP yang baru
dikeluarkan menjadi tidak berarti setelah MI memutuskan bahwa pulau Sipadan dan
pulau Ligitan menjadi milik Malaysia.
D.
Masalah
Perbatasan Wilayah Laut Indonesia Di Laut Arafura Dan Laut Timur
1.
Latar
Belakang
Semakin banyaknya Negara yang telah memperoleh
kemerdekaan setelah perang, telah menyebabkan semakin meningkat pula
kepentingan nasional setiap Negara terhadap wilayah laut disekitarnya. Untuk
mengatasi masalah kelautan yang semakin meningkat, PBB menyelanggarakan
Konferensi Hukum Laut I di Jenewa pada tahun 1958. Sebelum berlangsungnya KHL I
Indonesia sudah mengeluarkan kesepakatan sepihak tenyang diberlakukannya
Konsepsi Negara Kepulauan, dimana Laut Teritorial selebar 12 mil ditetapkan
sejajar dengan garis dasar lurus yang menghubungkan titik-titik terluar dari
pulau-pulau di Indonesia.
2.
Perbatasan
Maritim RI-Australia
Wilayah perbatasan RI-Australia dibagian selatan terletak
dilaut Arafuru, Laut Timor, Samudera Hindia. Di laut Arafuru Dan Laut Timor
terdapat Landas Kontinen dari benua Australia
yang dinamakan Landas Kontinen Sahul yang memilik dasar laut dengan
kedalaman maksimal 200 Meter sampai ke pantai selatan papua, di sekitar
Kepulauan Aru.
3.
Perbatasan
Maritim RI-Timur Leste
Batas perairan Indonesia-Timor Leste pasca kemerdekaan
Timor Timur pada tahun 1999 belum ditetapkan. Masalah perbatasan kedua Negara
dirintis pada 12 April dengan ditandatanganinya perjanjian perbatasan darat
kedua Negara, termasuk Distrik Ambeno yang merupakan enclave di Timor Indonesia.
4.
Perbatasan
Maritim RI-Papua Nugini
Perbatasan wilayah darat antara RI dan Papua Nugini sudah
ditetapkan oleh belanda dan Inggris sebagai pemilik koloni kedua wilayah itu
pada tanggal 19 mei 1895. Adapun garis batas Laut Teritorial RI dan Papua Nugini
di Laut Arafuru dan Samudera Pasifik baru ditandatangani melalui perjanjian
bilateral di Jakarta pada tanggal 21 februari 1973, dimana Papua Nugini diwakili
oleh Australia, yang bari memperoleh kemerdekaan pada 1975.
0 komentar:
Posting Komentar