MASALAH PENGAMANAN PELAYARAN DI SELAT MALAKA-SINGAPURA
A. Pendahuluan
Konvensi
hukum laut yang baru ini mulai diberlakukan sejak 1995 setelah diratifikasi
oleh 100 negara pesertanya. Sejak itu, setiap Negara dapat menetapkan lebar
laut teritorialnya maksimal 12 mil dari pantai yang bisa dilakukan berdasarkan
garis dasar yang sejajar dengan garis air surut (Law water mark) dan disebut juga sebagai normal baselines. Dengan diterimanya lebar laut territorial 12 mil,
maka persoalan baru yang muncul bagi Negara-negara yang memiliki selat-selat
yang selama ini digunakan untuk yang selama ini digunakan untuk pelayaran
internasional seperti Selat Malaka-Singapura (SMS) yang lebarnya banyak yang
kurang dari 24 mil.
B. Masalah Keselamatan Pelayaran
1.
Kondisi
Geografis Selat
Panjang SMS adalah 600 mil dari tanjung Jambuae(Aceh)
sampai Tanjung Pergan dipulau Bintan atau Pulau Perak (Malaysia) sampai ke
Taman Datok. Adapun lebarnya bervariasi mulai dari utara, selatan sampai ke
timur. Ciri khas lainnya dilingkungan geografis SMS adalah iklim tropis wilayah
ini yang snagt kuat dipengaruhi oleh musim hujan dan musim kemarau yang
gilirannya akan sangat mempengaruhi keselamatan pelayaran seperti berubahnya
kecepatan angin, ombak, gelombang, dan arus air laut pada waktu-waktu tertentu
secara bervariasi.
2.
Kerja
sama Antar Tepi
Adapun ketiga Negara tepi SMS (Indonesia, Malaysia,
Singapura) sudah mengeluarkan pernyataan bersama untuk melakukan kerjasama bagi
keselamatan pelayaran di SMS pada tanggal 16 November 1971. Dalam pernyataan bersama
ketiga pemerintah menyadari bahwa keselamatan pelayaran adalah tanggungjawab
mereka bersama untuk itu ketiga Negara sepakat untuk membentuk badan kerja sama
untuk melakukan koordinasi upaya keselamatan pelayaran serta melanjutkan survey
hydrografis di selat tersebut.
C. Masalah Pembajakan Dilaut
1.
Latar
Belakang Sejarah
Masalah pembajakan dilaut sudah terjadi sejak manusia
mulai mempergunakan kapal bagi kepentingan kehidupannya melalui laut. Pada masa
jaya kerajaan Malaka, Sultan Muhammad Shah telah ikut bagian dalam pengamanan
selat malaka dari pada perompak. Kedatangan Kolonial Eropa ke Asia Tenggara telah
menyebabkan runtuhnya dominasi para penguasa local dalam pengawasan perdagangan
di wilayah ini, sebagai akibatnya mereka membajak untuk mempertahankan
hidupnya.
2.
Pasca
Perang Dingin
Setelah usainya Perang Dingin pembajak laut mulai
meningkat. Semakin deras arus globalisasi dan pesatnya perkembangan teknologi
komunikasi, telah ikut pula meningkatkan teknologi yang digunakan bajak laut.
Pada masa pemerintahan Soeharto masalah pembajakan laut semakin meningkat salah
satu sebabnya adalah factor domestic yang dipicu oleh pemberontakan Gerakan
Aceh Merdeka. Maraknya pembajakan di SMS maka SAEAN melakukan pertemuan
internasioanl dengan diselenggarakannya ARF
Expert Group meeting On Transnasional Crime.
D. Masalah Terorisme
Sejak
terjadinya peristiwa 11 September 2001 di AS yang sangat mengejutkan masyarakat
internasional, telah menyebabkan semakin bertambahnya beban ARF dalam mengatasi
masalah keamanan regional di Asia Tenggara. Menurut pasal 5 Konvensi SOLAS yang
sudah dimodifikasi tentang keselamatan pelayaran dengan mewajibkan setiap kapal
yang berukuran 300 ton sampai 50.000 ton memiliki peralatan elektronik
Automatic Information System (AIS) yang berlaku sejak tanggal 1 Juli 2004 dan
paling lambat sampai berakhirnya masa survey IMO pada tanggal 31 september
2004.
E. Masalah Kerja Sama Keamanan Ri-Singapura
Kerjasama
antara RI-Singapura merupakan kerjasama bilateral yang sangat strategis untuk
meningkatkan kemampuan Angkatan Bersenjata kedua Negara dalam upaya untuk
mengatasi setiap ancaman keamanan pelayaran di SMS. Singapura merupakan Negara
yang tidak beruntung, dimana memiliki wilayah yang sempit untuk melakukan
laytiah perang sehingga dilakukan di Indonesia. Akibat dari latihan militertersebut
adalah dapat menggangggu penambangan minyak dan LNG di wilayah Bravo, belum
lagi kalau anjungan dan peralatan mereka yang kena sasaran latih uji oleh
singapura.
0 komentar:
Posting Komentar